BEGITU ENGKAU BERSUJUD ....
Begitu engkau bersujud...,
terbangunlah ruang yang kau tempati itu menjadi sebuah masjid ....
Setiap kali engkau bersujud, setiap kali pula telah engkau dirikan masjid ...
Wahai, betapa menakjubkan, berapa ribu masjid telah kau bengun selama hidupmu? ....
Tak terbilang jumlahnya, menara masjidmu meninggi, menembus langit,
memasuki alam makrifat ....
Setiap gedung, rumah, bilik atau tanah, seketika bernama masjid,
begitu engkau tempati untuk bersujud .....
Setiap lembar rupiah yang kau sodorkan kepada ridha Tuhan,
menjelma jadi sajadah kemuliaan .....
Setiap butir beras yang kau tanak dan kau tuangkanke piring ke-ilahi-an,
menjadi se-rakaat sembahyang ....
Dan setiap tetes air yang kau taburkan untuk cinta kasih ke-Tuhan-an,
lahir menjadi kumandang suara adzan ....
Kalau engkau bawa badanmu bersujud, engkaulah masjid ....
Kalau engkau bawa matamu memandang yang dipandang Allah, engkaulah kiblat ...
Kalau engkau pandang telingamu mendengar yang didengar Allah, engkaulah tilawah suci .....
Dan kalau detakkan hatimu mencintai yang dicintai Allah, engkaulah ayatullah .....
Ilmu pengetahuan bersujud..,
pekerjaanmu bersujud..,
karirmu bersujud..,
rumah tanggamu bersujud...,
sepi dan ramaimu bersujud...,
duka deritamu bersujud ....
menjadilah engkau masjid ......
Emha Ainun NajibBismillahir-Rahmanir-Rahim ...
Rasulullah saw sangat mencintai sujud. Beliau saw ini adalah orang yang sangat menyukai sujud. Sehingga diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari, bertanya para sahabah kepada Sayyidatuna Aisyah, “Bagaimana sujudnya Rasul?” Beliau menjawab, “Rasul saw ketika bersujud, lamanya sepanjang 50 ayat.” Jika bacaan orang yang lancar bacaan Alqurannya 100 ayat itu kira-kira setengah jam, maka 50 ayat ini kira-kira 15 menit dalam 1 kali sujud.
Demikianlah jiwa yang turut bersujud. Barangkali berbeda dengan kita. Jiwa kita ingin bersujud tapi tubuh kita menolak. Hati kita ingin sujud kalau perlu walau hanya 5-6 menit, tetapi tubuh kita menolak untuk lama-lama bersujud. Kenapa?? Karena tubuh kita ini kurang dipenuhi cahaya sujud. Jika tubuh kita dipenuhi cahaya sujud, dia tidak akan merasa lelah dalam bersujud. Ketika kita terlepas dari keni’matan sujud, maka ingin rasanya sujud dan segera selesai. Sedangkan Rasul saw telah bersabda, demikian diriwayatkan di dalam Shahih Muslim, “Derajat hamba yang paling dekat kepada Allah adalah saat dia sedang bersujud, inilah yang sedekat-dekatnya hamba kepada Allah dan inilah yang paling sulit bisa dini’mati.”
Ketika Sayyidina Tsauban ra ditanya oleh para sahabat “Apa amal yang paling dicintai oleh Allah?” Beliau tidak menjawab. Ditanyakan kedua kali, beliau tidak menjawab. Ditanyakan ketiga kali, baru dia menjawab, “Aku telah bertanya pertanyaan ini kepada Rasul dan beliau menjawab, ‘Perbuatan yang paling dicintai Allah adalah banyak bersujud kepada Allah.’ Itulah perbuataan yang dicintai Allah.”
Sayyidina Rabi’iah bin Ka’ab ra, diriwayatkan didalam Shahih Bukhari, ketika diriwayatkan oleh Imam bin Hajar dalam kitabnya Fathul Baari bi syarah shahih bukhari, ketika Rabi’ah bin Ka’ab ini meminta kepada Rasul “Kuminta padamu yaa Rasulullah, agar aku bisa bersamamu wahai Rasul!” Maka Rasul saw menjawab “Bila kau ingin dekat denganku di surga dan menemaniku di surga maka perbanyaklah sujud.”
Kita telah mendengar nama-nama mulia semacam Imam Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, yang digelari Assajjad karena dia sujud 1000 kali setiap malamnya, melakukan shalat 500 rakaat di dalam tahajjudnya.
Berkata Al Hafizh Al Imam ibnu Hajar Atsqalani menukil ucapan Imam Nawawi di dalam syarah Nawawi Shahih Muslim, bahwa ketika ditimbang antara lamanya berdiri atau banyaknya sujud maka banyaknya sujud lebih mulia dari lamanya berdiri di saat shalat. Demikianlah yang diperbuat oleh para sahabat. Mereka memperbanyak sujudnya.
Guruku, Al-Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa telah mengajak kita untuk memuliakan hari-hari kita dan malam-malam kita dengan memperbanyak sujud dan pula jangan lupakan diri dan jiwa kita. Ketika diri kita bersujud, ingat jiwa kita agar bersujud pula kepada Allah. Ketika jiwa telah bersujud pada Allah, maka ia akan meni’mati kehidupan ini bagaikan surga. Ia seakan sudah sampai ke dalam keni’matan surga sebelum ia wafat karena telah meni’mati indahnya kedekatan kehadirat Rabb.
Ketika seseorang telah memahami dan merasakan indahnya dzikrullah, indahnya mengingat nama Allah, indahnya mensucikan nama Allah, ia akan merasakan keni’matan yang lebih dari seluruh keni’matan yang ada di muka bumi. Dia akan lupa dengan surga dan segala isinya. Dia akan lupa dengan neraka dan segala ancamannya. Karena ia telah meni’mati keni’matan yang terluhur dan tertinggi, yaitu kemuliaan khusyuk di dalam kemuliaan cahaya sujud. Bukankah telah bersabda Nabi kita Muhammad saw “Sungguh Allah telah mengharamkan api neraka dari membakar anggota sujud.” Menunjukan ibadah sujud ini ibadah yang sangat mulia dan dia dirangkai didalam shalat.
Rasul telah bersabda “Wahai Allah, jadikan hal yang paling kucintai adalah shalat.” Ketahuilah, ketika meledak dari kerinduan kepada Allah, beliau melampiaskannya dengan memperbanyak shalat, dengan melakukan sujud dan rukuk.
Warisilah kemuliaan sujud ini. Jadikan hari-hari kita dalam kemulian sujud. Ingatlah saat-saat di mana kita kita semua kelak akan sendiri di alam barzakh. Ribuan tahun menanti keputusan Allah, menanti sidang akbar.
Beruntunglah mereka yang wafat di dalam barzakhnya sebagai orang yang merindukan Allah dan anggota sujudnya menyaksikan bahwa ia banyak bersujud.
SUJUD HARGA SURGA
“Hendaklah engkau memperbanyak sujud, karena tidaklah engkau sujud saja sujud demi karena Allah, kecuali Allah mengangkat dengan sujud itu satu derajat dan menggugurkan satu dosa.” (Rasul Saw).
Abu Firâs, Rabî’ah bin Ka‘b al-Aslami, adalah seorang pria yang seringkali melayani Rasul saw. Karena seringnya, maka suatu ketika Rasul saw. bermaksud membalas budinya, dengan memberinya sesuatu yang bersifat material dan dalam jangkauan kemampuan beliau. Beliau bersabda: “Hai Abu Firâs, pintalah sesuatu kepadaku.” Mendengar itu, langsung saja Abu Firâs berkata: “Aku meminta kiranya aku menemanimu di surga.” Nabi saw. terperanjat, karena tidak menduga yang dimintanya surga. “Mintalah yang lain!” jawab Nabi mengelak. “Tidak ada yang lain, hanya itu, wahai Rasul.” “Jika demikian, maka bantulah aku (guna memperoleh permintaanmu itu) dengan memperbanyak sujud.” Demikian pesan Rasulullah kepadanya (HR. Muslim).
Hadits semakna diriwayatkan oleh sahabat Nabi yang lain yaitu Tsaubân. Menurutnya Rasul saw. pernah menyampaikan kepadanya bahwa: “Hendaklah engkau memperbanyak sujud, karena tidaklah engkau sujud saja sujud demi karena Allah, kecuali Allah mengangkat dengan sujud itu satu derajat dan menggugurkan satu dosa.”
Yang dimaksud dengan sujud dalam hadits-hadits di atas, bukan sekedar meletakkan ketujuh anggota badan – dahi, kedua telapak tangan, dan kedua lutut serta jari-jari kaki – ke lantai, tetapi ia adalah sikap kejiwaan yang tecermin dalam perasaan seseorang tentang kehebatan dan keagungan Allah, rahmat dan kasih sayang-Nya, yang mengantar kepada kepatuhan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Itu pulalah yang dilukiskan Nabi saw. sebagai saat terdekat seseorang kepada Allah. “Sedekat-dekat seorang hamba kepada Allah, adalah saat ia sujud.”
Perjalanan menuju ke surga sungguh panjang; di sana sini banyak gangguan; ada yang berupa godaan dan rayuan, dan juga ancaman yang menakut-nakutkan. Tetapi bila tekad dibulatkan, dan perjalanan dilanjutkan, maka insya Allah, seseorang akan terbiasa dengan gangguan itu, dan tahu bagaimana menampik dan menghindarinya. Yang dibutuhkan hanyalah niat yang tulus, tekad yang kuat, serta kemauan yang bulat. Dengan niat yang tulus, Anda akan memiliki tekad yang kuat, dengan tekad, Anda akan mampu beramal, seringnya beramal menghasilkan kebiasaan, dan kebiasaan adalah banyak dan berulangnya sesuatu.
Niat yang tulus itulah yang menghasilkan nurani yang suci. Bukan nurani yang digambarkan oleh sementara pakar ilmu jiwa yang katanya memelihara pribadi seseorang dari tekanan-tekanan yang ditimbulkan oleh dunia luar, agar tunduk kepada peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh orang tua, masyarakat dan Tuhan. Bukan juga hati nurani yang timbul dari rasa benci yang mendalam, yang bila dinampakkan oleh “bawah sadar” berbenturan ia dengan selainnya, sehingga dengan terpaksa kebencian itu dikemas dengan “kasih” yang dimanipulasi, sehingga yang bersangkutan berpura-pura cinta dan senang kepada orang lain atau kebajikan.
Bukan ini dan bukan itu, tetapi hati nurani yang sadar dan berdialog dengan fitrah kesucian manusia, dan yang mengingatkannya dari saat ke saat tentang tujuan hidup yang bukan hanya untuk dirinya sendiri, bukan juga hanya untuk memenuhi kebutuhan jasmani. Bukan hidup yang hanya sekarang dan di sini, tetapi hidup yang berkelanjutan yang melampaui batas usia seseorang di pentas bumi ini, atau melampaui usia generasinya saja tetapi bahkan generasi manusia seluruhnya. Hati nurani yang menghasilkan pengawasan yang melekat pada diri seseorang yang timbul dari dalam, bukan dari luar pengawasan yang menghalanginya melakukan kedurhakaan sekaligus mendorongnya melakuan kebaikan kendati dia jauh dari pandangan manusia.
Dengan membiasakan sujud kepada Allah dalam pengertian di atas, akan terbentuk hati nurani yang benar-benar memiliki cahaya yang menerangi perjalanan manusia, memberinya bekal untuk membedakan yang haq dari yang batil, memisahkan yang salah dari yang benar, sehingga dengannya ia mengetahui kebajikan dan dosa, kendati orang lain memfatwakan sebaliknya. “Kebajikan adalah yang mantap dalam jiwa (yang suci), sedang dosa adalah keraguan dalam dada dan engkau enggan diketahui orang lain (bila melakukannya).”
Demikian Rasul saw. menyerahkan kepada jiwa – setelah dibentuk menurut pola Islami yakni dengan memperbanyak sujud – menyerahkan kepadanya penilaian dan tolok ukur kebaikan dan keburukan sambil memberinya kemampuan melaksanakan yang baik dan menghindar dari yang buruk, sehingga pada akhirnya seseorang akan memperoleh surga bahkan akan hidup di sana tidak jauh dari Rasul saw., sebagaimana diidamkan oleh Abu Firâs. Semoga kita pun berada di sana bersama beliau.
Yaa Rahman Yaa Rahim… kami mengadukan keadaan kami yang demikian jauh dari kemuliaan sujud. Rabbiy kepada siapa kami meminta kalau bukan kepada yang Maha memiliki kelezatan sujud? Tumpahkan atas kami kemuliaan ini. Curahkan atas kami kebahagiaan di dalam kemuliaan sujud. Rabbiy, yaa Rahman yaa Rahim… kami berdoa kehadiratMu agar Kau limpahkan atas kami keberkahaan dalam kehidupan dan di dalam sakaratul maut dan di alam barzakh dan di Yaumil Qiyamah. Limpahi atas kami kebahagiaan dunia wal akhirah. Amin
Sumber : Disunting dari buku "Menjemput Maut" karya M. Quraish Shihab, Jakarta: Lentera Hati, 2007.
Sumber Internet : http://sufisme.890m.com/wordpress/nimati-surga-dalam-sujudmu/
Semoga bermanfaat dan penuh Kebarokahan dari Allah.....
Marilah Setiap detak-detik jantung..,
selalu kita isi dengan..
Asma Teragung diseluruh jagad semesta raya ini...
Vicky
Zawiyah Sirul Barokah
Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma wabihamdika AsyaduAllahilaha illa Anta Astagfiruka wa'atubu Ilaik..
0 CiNta Hati saYa:
Post a Comment